Review Film - Bukaan 8 : Membuka Mata, Hati, dan Telinga



Keluarga adalah sarangnya cinta. Dari sana tercipta aksi-aski yang mungkin akan membuat logika anda terganggu. Karena dibalik aksi-aksi itulah cara menunjukkan bentuk cinta yang kita miliki untuk keluarga kita, kadang kita dibuat mampu untuk melakukan hal-hal yang tak pernah diperkirakan sebelumnya. Lihat keluargamu? Siapa yang paling kau hormati? Mereka kan? Bapak-Ibumu. Ayah-Bundamu. Papa-Mamamu. Jika tak ada mereka mungkin kita tidak berada di sini, menikmati semua jerih payah usaha orang tua kita. Mereka memperjuangkan apa yang patut dan harus diperjuangkan, anak. Anak bukan lah sesuatu yang dicari, tapi sesuatu yang diberi, dititipkan Tuhan. Maka anak harus diperjuangkan. 

Lewat film Bukaan 8 ini, Angga Dwimas Sasongko menyajikan film dengan materi yang Ia akui dekat dengan dirinya. Dalam salah satu postingan Instagram beliau, Angga mengatakan Film Bukaan 8 adalah karya yang personal. Film bergenre drama-comedy ini sendiri menjadi penambah koleksi karya film yang Angga garap setelah Cahaya Dari Timur: Beta Maluku (2013), Surat dari Praha (2014), dan Filosofi Kopi (2015). 

"Rasa bahagia dan haru serta melaluinya dengan keseruan  dan kelucuan saat menanti anak pertama saya, membuat saya memutuskan untuk menyajikan film ini dengan rasa yang saya alami dan rasakan tadi." - Angga on his Instagram post 

Bukaan 8 : Membuka Mata, Hati, dan Telinga

Skenario film yang ditulis oleh Salman Aristo ini menceritakan pasangan millenials yang tidak bisa jauh dari gadget dan social media. Cerita dimulai dengan sang suami, Alam (Chicco Jerikho) sedang mengantar istrinya, Mia (Lala Karmela) ke RS untuk menemani proses persalinan anak pertama mereka.

Alam adalah pekerja indie. Jelas bukan tipe seorang pekerja kantoran yang memiliki jadwal kerja dan gaji yang tetap. Dengan mengandalkan cuitan-cuitannya di twitter, Alam biasa memperoleh rezeki. Ia menjadi pria yang tangguh menghadapi peliknya hidup demi mempertaruhkan gengsi dan idealismenya.


Dalam menanti persalinan anak pertamanya banyak sekali simpul masalah yang kusut dan harus Alam urai. Mulai dari masalah pekerjaan dan menjaga image dirinya di media sosial, urusan administrasi persalinan, masalah keluarga dengan Mama (Dayu Wijanto) dan kedua mertuanya  Ambu (Sarah Sechan) dan Abah (Tyo Pakusadewo), sampai memastikan Mia dapat melahirkan dengan tenang dan nyaman.


Film Bukaan 8 tak hanya diperkuat dengan dinamit-dinamit yang siap jadi ledakan tawa. Tak sedikit sentilan-sentilan sosial-politik yang kerap kita jumpai di sekitar kita dengan kesan yang jauh dari menggurui. Sentuhan drama disajikan dengan baik. pas, tepat, dan tidak berlebihan. emosi penonton akan diaduk-aduk dalam film ini. Pengalaman yang sama ketika saya menonton film Cek Toko Sebelah, karya Ernest Prakasa. Camera movement yang diterapkan Bukaan 8 juga sangat pas untuk mengantarkan pesan film yang diproduksi Visinema Pictures ini.

Sesuai dengan rating umur dalam film ini, Bukaan 8 cocok ditonton untuk remaja ke atas agar mampu membuka logika bahwa anaklah yang selalu diperjuangkan oleh kedua orangtuanya. Namun menurut saya, film ini sangat cocok untuk laki-laki yang sudah mulai serius mengatur hidupnya. Yang memang hidupnya bisa dikatakan sesuai dengan jargon presiden kita, kerja, kerja, kerja! Laki-laki yang siap atau sudah berumah tangga. Hidup yang didedikasikan untuk keluarga, terlebih untuk istri dan anak-anaknya. Laki-laki yang akan menjadi figur Ayah yang tangguh, romantis, dan bertanggung jawab.

Hebatnya Film ini menyisipkan alur cerita dalam trailernya seperti siapakah Alam itu, bagaimana Ia dan Mia bisa menikah, hingga apa penyebab stroke yang dialami Abah, mertua Alam. hemat saya, tak ada salahnya melihat trailernya ini sebelum menonton Film Bukaan 8.

Memang yaa, film yang dibuat pakai hati selalu berhasil menancap di hati penonton. Walau Bukaan 8 mampu membuka mata, hati, dan telinga, tentunya tidak semua hal dalam film ini bisa kita terapkan di kehidupan kita, seperti bagaimana caranya Alam merebut restu dari mertuanya :D
Well, Selamat menonton Indonesia, segera kunjungi bayi pertama Alam dan Mia di bioskop terdekat. Karena yang jadi (bioskop) kesayangan anda, tidak selalu dekat

Ah! Jangan lupa, “helm proyekmuuuu~....”


Popular posts from this blog

SMJ #4 - Nukilan Sandungan

Meninjau - Coffee Shop : Antara Takdir dan Upaya Pencegahan Depresi

SMJ #2 - Cinta yang (tak) usai