10 September - Hari Pencegahan Bunuh Diri Dunia

"Everybody deserves to be heard"
Ya. Itu yang saya amini.

Tadi, hari ini, lagi dan lagi makin membuat saya heran dan sekaligus bersyukur, setidaknya mendapat peran sedikit bagi orang lain, yaitu mendengarkan keluh kesah orang lain (lagi dan lagi)

Saya sedang siap-siap bergegas pulang naik kuda besi saya. Kenapa saya katakan bergegas, karena saya tipe pengendara motor yang cukup “ribet” saat berkendara. Orang lain mungkin cukup pakai jaket dan helm saat hendak menaiki motornya, tidak dengan saya. Sebut saja music player beserta headset-nya, masker ninja, buff untuk leher, jaket, dan kacamata saya letakkan di atas jok motor saya. Saat sedang bergegas menggunakan “perlengkapan perang” untuk menembus dinginnya udara malam itu,tiba-tiba ada suara yang sepertinya ditujukan untuk saya,

“Bagus tuh Mas pake masker ninja gitu..” ujar satpam yang ternyata sedang duduk di atas jok motor pengunjung mall lain di belakang saya.

“Eh iya Pak hehehe” respon saya singkat

“Biar gak dingin ya Mas? Saya juga pengen beli tuh, enak kayaknya gak kedinginan kalo naik motor malem-malem”

“Iya Pak, biar bersih juga kepalanya dari helm yang jadi sarang debu dan asap knalpot hehe” terang saya

“Jadi, Mas, dulu saya bla bla bla......” lanjut pak satpam yang dengan santainya bercerita tentang pengalaman dia berkendara motor berbonceng dengan istrinya kecelakaan beberapa tahun yang lalu karena dia mengantuk akibat dinginnya angin malam. Tidak hanya sampai di situ, ceritapun berlanjut hingga keadaan sosial beliau. beban-beban lain dalam tuntutan pekerjaan, masalah anak beliau, hingga masalah yang lebih sensitif - masalah finansial.

Jujur, saya senang saja mendengarkan beliau bercerita dengan sambil memakai alat perlengkapan berkendara saya. Disaat saya siap pulang, motor yang memang sedari awal distandar dua pun saya duduki dengan menghadapkan posisi badan agar lurus menghadap satpam. Tak saya hitung menit yang berlalu. Saya nyalakan mesin dan biarkan motor menyala hingga saya rasa bapak satpam tadi cukup dengan ceritanya, saya izin pamit pulang dan dengan bahagia.

Lalu dalam perjalanan saya bertanya, kenapa tidak hanya sekali ini saya jadi “pelampiasan” curhat stranger-stranger yang saya temui? Banyak. Dan saat saya katakan banyak, ya banyak. hahaha dari tukang nasi goreng tek-tek, supir taksi konvensional, abang grab car, abang gojek, stranger di commuterline, driver pengusaha, suami yang sedang menunggu istrinya di ruang tunggu klinik wajah, dan orang-orang asing lain yang saya temui di Jakarta ini, hingga bapak satpam di mall tadi.

Saya akui, Ya memang saya suka mengobrol, bahkan kepada orang yang baru kenal sekalipun. saya peduli akan makna kebahagiaan. kebahagiaan yang hakiki, lebarnya senyum dan tatapan bersinar dari seseorang setelah curhat adalah contoh kecilnya. Hehehe saya SANGAT SENANG SEKALI saat dapat menikmati pemandangan itu ketika stranger-stranger itu usai curhat dengan saya.

Kebanyakan dari mereka tidak butuh solusi, mereka butuh didengar, diberi dukungan, dan mendapatkan pandangan dari pihak luar.
Seandainya saya psikolog pasti saya dapat membantu lebih banyak stranger-stranger ini, karena tau saya memang suka ngobrol, mendengarkan cerita-cerita personal dari para stranger sejak pertama kali naik bis angkutan umum sendirian kelas 3 SD ke slipi.
tapi apalah arti membahas "seandainya" toh sudah lewat juga. Gak penting, skip.

Sejujurnya postingan ini saya dedikasikan untuk Hari Pencegahan Bunuh Diri Dunia yang jatuh pada tanggal 10 September lalu. Kebanyakan pelaku bunuh diri maupun orang yang mencoba bunuh diri adalah mereka yang tidak kuat menanggung keluh kesah dalam dirinya dimana mereka tak punya tempat atau kawan dekat untuk mengeluarkan keluh kesah pertempuran batin yang mungkin selama ini berperang berapi-api dalam dirinya. Maka, coba tengok kanan-kirimu, adikmu kah? Kakakmu kah? Orang tuamu? Teman di sebelah kursimu? Atau sopir taksi yang sedang kau tumpangi mobilnya? Mungkin dia memiliki keluh kesah yang sangat membutuhkan kehadiranmu untuk mendengarkan, cukup dengarkan saja dulu, jika sepertinya ia membutuhkan masukan dari pihak luar, cobalah membantunya dari sudut pandang yang objektif. Intinya dengarkan mereka, support mereka jika ia benar, maka tunggulah, anda akan menyaksikan pula pemandangan terindah di hidup ini, ekspresi wajah bahagia, tenang, dan berseri dari mereka.

Ps: kalau mereka tertutup, jangan coba-coba kepo bisa-bisa malah runyam hehe

Postingan ini juga bisa ditujukan untuk kamu atau saudara kamu yang hendak mengambil jurusan akademik, apalagi yang masih bingung. Saran saya, hidup sudah terlalu berat, berbahagialah, paling tidak ambillah mata kuliah yang benar-benar kamu cintai, yang kamu butuhkan untuk menyenangkan orang lain, kalau kuliah tujuannya untuk mendapatkan kerja dengan gaji yang besar, mulai saja bekerja sejak lulus SMA atau ambillah SMK yang memang didesain untuk menciptakan pekerja yang ahli dilapangan. Ah, saya melantur kemana-mana. Intinya, jangan turuti kata orang tua, jangan perdulikan biaya kuliah yang mahal, jangan takut tidak bisa melanjutkan kuliah dengan biaya studi yang kemungkinan akan meningkat di sepanjang masa akademik. Rezeki ada dimana-mana. Tuhan Maha Adil. Dia megetahui kebutuhan hamba-Nya. Jadi, tak perlu takut untuk mengambil jurusan apapun yang kita inginkan. There’s a will, there’s a way.


Buat Orang Bahagia Gampang, Masalahnya Ada Pada Mau atau Tidak Kita untuk Membuat Orang di Sekitar Kita Bahagia

#SelamatMalam

Popular posts from this blog

SMJ #4 - Nukilan Sandungan

Meninjau - Coffee Shop : Antara Takdir dan Upaya Pencegahan Depresi

SMJ #2 - Cinta yang (tak) usai